Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terus berupaya dalam peningkatan perekonomiannya. Kestabilan perekonomian sangat erat kaitannya dengan kestabilan perbankan, karena bank mengerahkan dana masyarakat dalam bentuk simpanan serta menyalurkannya dalam bentuk kredit dalam rangka mengerakkan perekonomian. Untuk dapat berfungsi secara efektif, maka perbankan perlu dijaga agar selalu dalam kondisi sehat, stabil, serta bertumbuh.
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan menjelaskan bahwa posisi perbankan adalah sebagai lembaga intermediasi dan sebagai agen pembangunan. Sehubungan dengan itu maka diperlukan penyempurnaan terhadap sistem perbankan nasional yang bukan hanya mencakup upaya penyehatan bank secara individual melainkan juga penyehatan sistem perbankan secara menyeluruh. Upaya penyehatan perbankan nasional menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, bank dan masyarakat pengguna jasa bank. Adanya tanggung jawab bersama tersebut dapat membantu memelihara tingkat kesehatan perbankan nasional sehingga dapat berperan secara maksimal dalam perekonomian nasional. Peran stategis yang dimiliki perbankan dalam perekonomian nasional telah mendorong lahirnya berbagai kebijakan, tetapi tidak semua kebijakan dan aturan yang pernah diterapkan terhadap dunia perbankan nasional membawa dampak yang positif.
Pada dasarnya bank adalah lembaga kepercayaan, karena kemauan masyarakat untuk menyimpan dananya pada bank semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali pada waktunya dan disertai imbalan berupa bunga. Usaha pemerintah dalam meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, yaitu dengan memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat. Pemberian jaminan tersebut ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat. Selain memberikan penjaminan menyeluruh terhadap simpanan nasabah, pemerintah juga membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang bertujuan untuk mengambil alih dan menyehatkan bank yang bermasalah.Namun demikian luasnya ruang lingkup penjaminan tersebut telah membebani anggaran negara dan dapat menyebabkan timbulnya tindakan kurang hati-hati terhadap resiko yang terjadi (moral hazard) baik dari pengelola bank maupun dari masyarakat, yaitu pengelola bank menjadi kurang hati-hati dalam mengelola dana masyarakat, sementara nasabah tidak peduli untuk mengetahui kondisi keuangan bank karena simpanannya dijamin secara penuh oleh pemerintah. Dengan demikian program penjaminan atas seluruh kewajiban bank kurang mendorong terciptanya disiplin pasar.
Upaya untuk mengatasi hal tersebut di atas dan agar tetap menciptakan rasa aman dan nyaman bagi nasabah penyimpan dana serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas dan diperlukan sebuah lembaga yang independen, transparan dan akuntabel untuk menjamin simpanan nasabah penyimpan dana. Pasal 37B ayat (2) UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (untuk selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan) menyebutkan bahwa “Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan”.
Copyright by Bambang Tri Sutrisno, SH.,