BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan[1]. Istilah “negara berkembang” biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang “miskin”[2].
Kemiskinan dapat digambarkan melalui tiga pengelompokkan kebutuhan. Dimana kekurangan pemenuhan kebutuhan tersebut mencakup[3]:
1. Gambaran kekurangan materi yang mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat atau negara. Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1per hari dan kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah USD $ 2 per hari. Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan "sangat miskin", dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut "miskin", pada 2001[4].
Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan dan informasi[5].
Ada beberapa faktor penyebab kemiskinan, antara lain[6]:
1. Individual atau patologis yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan atau kemampuan dari si miskin;
2. Keluarga, menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
3. Sub-budaya (subcultural), menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
4. Agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
5. Struktural, memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Faktor ekonomi merupakan penyebab utama timbulnya kemiskinan dan menjadi faktor penyebab munculnya kejahatan. Sehingga disini adanya suatu pertalian yang saling terkait antara kemiskinan dan kejahatan. Hal ini didasari adanya perbedaan taraf hidup dengan hadirnya ketimpangan pendapatan yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat. Ketimpangan pendapatan yang terjadi di Indonesia sangat terlihat jelas, dari istilah yang kayak semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Hal ini sangat berdampak pada kesenjangan sosial yang terjadi.
Dari uraian tersebut maka penulis terdorong untuk mengungkapkan faktor perbedaan taraf hidup sebagai penyebab kejahatan.
Rumusan Masalah
1. Faktor kesenjangan sosial sebagai penyebab kejahatan
BAB II
PEMBAHASAN
Perbedaan taraf hidup sama halnya dengan ketimpangan pendapat. Ini merupakan realita sosial yang terjadi di masyarakat Indonesia. Ketimpangan pendapatan yang terjadi di Indonesia sangat terlihat jelas, dari istilah yang kayak semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Untuk mengatasi masalah ketimpangan pendapatan tersebut tidak cukup hanya bicara mengenai subsidi modal terhadap kelompok miskin maupun peningkatan pendidikan tenaga kerja di Indonesia. Lebih penting dari itu, persoalan yang terjadi sesungguhnya adalah akibat kebijakan pembangunan ekonomi yang kurang tepat dan bersifat struktural. Dari perspektif ini agenda mendesak adalah memikirkan kembali secara serius model pembangunan ekonomi yang secara serentak bisa memajukan semua sektor dengan melibatkan seluruh rakyat sebagai partisipan. Sebagian besar ekonom meyakini bahwa strategi pembangunan itu adalah modernisasi pertanian dengan melibatkan sektor industri sebagai unit pengolahnya.
Di samping itu upaya minimalisasi ketimpangan pendapatan juga harus menyentuh aspek distribusi faktor produksi. Dalam kondisi seperti ini fungsi pemerintah adalah mengeluarkan regulasi yang mengatur pembagian keuntungan ekonomi di antara faktor produksi tersebut, di samping undang-undang yang mengatur masalah pendapatan minimum.
Ketimpangan pendapatan adalah menggambarkan distribusi pendapatan masyarakat di
suatu daerah atau wilayah pada waktu atau kurun waktu tertentu. Kaitan antara kesenjangan sosial kemiskinan dan ketimpangan pendapatan ada beberapa pola yaitu[7]:
1. Semua anggota masyarakat mempunyai income tinggi (tak ada miskin) tetapi ketimpangan pendapatannya tinggi.
2. Semua anggota masyarakat mempunyai income tinggi (tak ada miskin) tetapi
ketimpangan pendapatannya rendah. (ini yang paling baik).
3. Semua anggota masyarakat mempunyai income rendah (semuanya miskin) tetapi
ketimpangan pendapatannya tinggi.
4. Semua anggota masyarakat mempunyai income rendah (semuanya miskin) tetapi
ketimpangan pendapatannya rendah.
5. Tingkat income masyarakat bervariasi (sebagian miskin, sebagian tidak miskin)
tetapi ketimpangan pendapatannya tinggi.
6. Tingkat income masyarakat bervariasi (sebagian miskin, sebagian tidak miskin)
tetapi ketimpangan pendapatannya rendah.
7. Tingkat income masyarakat bervariasi (sebagian miskin, sebagian tidak miskin)
tetapi ketimpangan pendapatannya tinggi.
Hal ini sangat berdampak pada kesenjangan sosial yang terjadi sehingga timbul kejahatan
Di samping itu upaya minimalisasi ketimpangan pendapatan juga harus menyentuh aspek distribusi faktor produksi. Dalam kondisi seperti ini fungsi pemerintah adalah mengeluarkan regulasi yang mengatur pembagian keuntungan ekonomi di antara faktor produksi tersebut, di samping undang-undang yang mengatur masalah pendapatan minimum.
Ketimpangan pendapatan adalah menggambarkan distribusi pendapatan masyarakat di
suatu daerah atau wilayah pada waktu atau kurun waktu tertentu. Kaitan antara kesenjangan sosial kemiskinan dan ketimpangan pendapatan ada beberapa pola yaitu[7]:
1. Semua anggota masyarakat mempunyai income tinggi (tak ada miskin) tetapi ketimpangan pendapatannya tinggi.
2. Semua anggota masyarakat mempunyai income tinggi (tak ada miskin) tetapi
ketimpangan pendapatannya rendah. (ini yang paling baik).
3. Semua anggota masyarakat mempunyai income rendah (semuanya miskin) tetapi
ketimpangan pendapatannya tinggi.
4. Semua anggota masyarakat mempunyai income rendah (semuanya miskin) tetapi
ketimpangan pendapatannya rendah.
5. Tingkat income masyarakat bervariasi (sebagian miskin, sebagian tidak miskin)
tetapi ketimpangan pendapatannya tinggi.
6. Tingkat income masyarakat bervariasi (sebagian miskin, sebagian tidak miskin)
tetapi ketimpangan pendapatannya rendah.
7. Tingkat income masyarakat bervariasi (sebagian miskin, sebagian tidak miskin)
tetapi ketimpangan pendapatannya tinggi.
Hal ini sangat berdampak pada kesenjangan sosial yang terjadi sehingga timbul kejahatan
Tingginya jumlah pengangguran akan menjadi kendala bagi pemerintah. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan melalui peningkatan kuantitas dan kualitas input berupa tanah, buruh, modal, kewirausahaan, dan teknologi[8]. Namun sayangnya semua komponen tersebut memiliki masalah tersendiri yakni masalah penghambat terciptanya keamanan dan kenyamanan masyarakat Indonesia karena dapat menimbulkan tingkat kejahatan yang tinggi. Oleh karena itu, pengangguran merupakan salah satu faktor menyebabkan terjadinya kejahatan.
Kejahatan merupakan aktivitas kriminal yang sangat berpengaruh terhadap aspek kehidupan manusia. Kejahatan dapat saja terjadi tanpa mengenal ruang dan waktu, tanpa mengenal siapa korban, dan tanpa pandang bulu yang terpenting bagi pelaku kejahatan tersebut adalah mendapatkan keinginannya dalam setiap gerakan yang telah direncanakan. Kejahatan juga bisa saja terjadi tanpa suatu rencana akan tetapi karena adanya kesempatan yang selalu mengintai manusia sehingga menimbulkan kejahatan yang tidak diinginkan oleh setiap insan. Seperti halnya Durkheim, Robert Merton juga mengaitkan masalah kejahatan dengan anomie. Menurut Merton, didalam masyarakat yang berorientasi kelas, kesempatan untuk menjadi yang teratas tidaklah dibagikan secara merata. Sangat sedikit anggota kelas bawah mencapainya. Kesempatan untuk meningkat dalam jenjang sosial tadi memang ada, tetapi tidak tersebar secara merata. Seorang anak yang lahir dari sebuah keluarga miskin dan tidak berpendidikan, misalnya hampir tidak memiliki peluang untuk meraih posisi bisnis atau profesional sebagaimana dimiliki anak yang lahir dari sebuah keluarga kaya dan berpendidikan.
Penyebab terjadinya kriminalitas pencurian dan perampokan dari aspek sosial-psikologi adalah faktor endogen dan eksogen[9]. Faktor endogen adalah dorongan yang terjadi dari dirinya sendiri, bahwa kebenaran relatif itu relatif bisa menciptakan suatu sikap untuk mempertahankan pendapatnya sendiri atau egosentris dan fanatis yang berlebihan. Jika seorang tidak bijaksana dalan menanggapi masalah yang barang kali menyudutkan dirinya, maka kriminalitas itu bisa saja terjadi sebagai pelampiasan untuk menunjukan bahwa dialah yang benar. Sementara faktor eksogen adalah faktor yang tercipta dari luar dirinya, faktor inilah yang bisa dikatakan cukup kompleks dan bervariasi. Kesenjangan sosial, kesenjang ekonomi, ketidakadilan dsb, merupakan contoh penyebab terjadinya tindak kriminal yang berasal dari luar dirinya.
Pengaruh sosial dari luar dirinya itu misalnya, ajakan teman, tekanan atau ancaman pihak lain, minum-minuman keras dan obat-obatan terlarang yang membuat ia tidak sadar. Pengaruh ekonomi misalnya karena keadaan yang serba kekurangan dalam kebutuhan hidup, seperti halnya kemiskinan akan memaksa seseorang untuk berbuat jahat. Dampak dari kriminalitas itu tidak saja merugikan indivdu itu sendiri dan orang lain melainkan akan melahirkan tesa kejahatan dan antitesa kejahatan yang baru serta berkelanjutan
Latar belakang masalah ekonomi ini merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya suatu kejahatan. Kejahatan adalah kejahatan-kejahatan yang menyangkut harta benda, kekayaan, dan perniagaan atau hal-hal yang sejenisnya. Kejahatan-kejahatan ini terjadi karena adanya tekanan ekonomi dimana rakyatnya berada dalam kemiskinan, yang serba kekurangan di bidang pangan, apalagi sandang dan perumahan. Salah satu contoh yaitu pencurian yang terjadi dimana-mana[10].
Terjadinya kesenjangan sosial yang lebar juga bisa merangsang munculnya berbagai kejahatan.model pembangunan di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) yang cenderung bersifat otoriter menghasilkan struktur piramida kekuasaan yang kukuh[11]. Sistem politik seperti ini dibentuk demi mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi dengan mengandalkan stabilitas yang baik. Sistem ini bertendensi menghalangi proses realisasi kemanusiaan serta perkembangan kepribadian individu dan bangsa.
Strategi pembangunan itu disatu sisi memang bisa mengantarkan teraihnya sukses besar. Tapi di sisi lain juga menghadapkan kita pada sejumlah masalah sosial dan ekonomi, terutama urbanisasi dan pengangguran yang berkaitan keadilan sosial. Urbanisasi yang dilakukan banyak penduduk dimaksudkan mengubah kehidupannya agar lebih baik. Bayangan ini tak semudah yang dikatakan. Ternyata mereka yang telah turut dalam urbanisasi tak sedikit yang mengalami kegagalan dan frustasi, yang semua itu sering menimbulkan hal negatif dan koersif. Umumnya para pendatang baru perkotaan itu orang tak mampu (berekonomi lemah). Jika mereka tak mempunyai keterampilan dan kesanggupan berjuang dalam bermacam kekerasan hidup, kesukaran-kesukaran dalam mencukupi kebutuhan hidupnya tak bisa diatasinya. Keadaan itu dapat menimbulkan kejahatan, karena para pendatang tersebut tak dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat atau pemikiran kota.
Munculnya urbanisasi itu sering pula diikuti banyak pengangguran. Dengan menganggur, orang tersebut tak bisa membuat anggaran belanja kebutuhan hidup sehari-hari, berekreasi, apalagi memiliki faktor produksi menuju hidup lebih maju; sementara ada orang yang mudah memperoleh kekayaan. Dengan kondisi ini, banyak orang ingin menempuh jalan pintas memperoleh kekayaan seperti melakukan kejahatan.
Sementara itu hegemoni kekuasaan ekonomi di tangan segelintir orang dalam bentuk monopoli, oligopoli dan dominasi, serta monopoli tafsir kebenaran dan ideologi di bidang sosial-budaya, ditambah praktik kolusi, korupsi dan manipulasi, mengakibatkan makin tersingkirnya rakyat bawah. Invasi industri dan kapitalisasi seluruh parameter kehidupan makin mempertajam terjadinya krisis sumber daya, merebaknya pengangguran dan proses pemiskinan rakyat.
Pentas hegemoni kekuasaan politik pun makin menampilkan wajah arogan[12]. Akibatnya, dominasi dan monopoli tafsir kebenaran dan ideologi itu makin menyumbat kreativitas berpikir masyarakat. Maka tanpa sadar, hal itu sebenarnya juga merupakan kekerasan terselubung yang merampas hak-hak rakyat. Jika keadaan ini berlangsung terus, sebenarnya juga sudah tercipta suasana kekerasan struktural dalam masyarakat. Jika kalangan elit memiliki kekuasaan, kekuatan dan modal sebagai sarana meraih keinginan dan tujuan, tak demikian dengan rakyat kecil. Mereka tak mempunyai apa-apa untuk mengatasi problem hidup sehari-hari, selain badan dan tenaga. Dalam keadaan terpaksa, mereka hanya dihadapkan satu pilihan yaitu menggunakan kekerasan fisik, yang akhirnya memaksa mereka melakukan kejahatan. Rakyat bawah yang terdesak juga tampak makin tersingkir derap pembangunan. Di tengah kebuntuan nasib tadi, tak mengherankan banyak di antara mereka yang kemudian mencari jalan alternatif (pintas) yang jauh dari kewajaran seperti penyelundupan, perjudian, perampokan bahkan perdukunan.
Di Indonesia masih banyak masalah sosial yang tidak bisa teratasi. salah satunya yaitu masalah kemiskinan yang membuat suatu kondisi kesenjangan sosial di dalam masyarakat. sudah sekian lama pemerintah mencoba untuk mengatasi masalah ini, berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah. akan tetapi, semua cara atau upaya dari pemerintah terbilang percuma dan tidak ada hasil. karena kesenjangan sosial di dalam masyarakat makin terlihat. walaupun berita-berita di televisi menampilkan pernyataan pemerintah yang menyatakan bahwa jumlah kemiskinan di Indonesia semakin berkuarang, akan tetapi seperti yang kita lihat pada kenyataannya makin banyak gelandangan dan pengemis di daerah perkotaan. memang saya akui banyak juga golongan yang makin kaya. akan tetapi ini semakin memperlihatkan kesenjangan sosial atau perbedaan status di kalangan masyarakat. yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin terpuruk. tidak hanya di ibu kota, jika kita melihat di daerah pedesaan terpencil pun banyak sekali yang hidup kekurangan, ini kontras terlihat sekali. Kesenjangan sosial ini pula yang menyebabkan terjadinya kejahatan di mana-mana dan masalah ini pun semakin sulit teratasi karena masalah kesenjangan sosial akan menyebabkan masalah-masalah lain yang lebih besar lagi[13].
Tampak fenomena meningkatnya kejahatan, baik sadis maupun tidak, timbul bersamaan dengan perkembangan kehidupan masyarakat kita yang mengalami perubahan dengan segala problem individual dan struktural yang kompleks. Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat[14].
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb
1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb
Memang terlalu dini kalau kita mengatakan bahwa perbuatan kejahatan itu terlahir dari sebuah kemajuan zaman, bahkan mungkin ada yang menolak anggapan kita. Namun kita juga tidak bisa mengatakan bahwa anggapan orang lain itu terlalu benar. Karena realitanya yang terjadi, semakin tinggi tingkat kemajuan yang ada, semakin tinggi pula tingkat kriminalitas yang terjadi. Kalaupun manusia mengalami kegagalan dalam penyesuaian diri atau berbuat menyimpang dengan sadar atau tidak sadar dari norma-norma yang berlaku dalan masyarakat dan perbuatannya itu tidak dibenarkan oleh masyarakat maka itu juga bisa disebut kriminalitas. Kalaupun dalam kemajuan ekonomi seseorang dianggap merugikan orang lain dengan membebankan kepentingan ekonominya kepada masyarakat sekelilinya dan dianggap sebagai penghambat bagi kebahagiaan orang lain maka itu juga disebut kriminalitas[15].
Berbagai kejahatan itu bukanlah fenomena sosial yang berdiri sendiri, tapi terkait dalam keseluruhan struktur dan kondisi masyarakat. Dengan begitu, tentu solusi yang harus dibuat bukan sekadar meningkatkan upaya penanggulangan kejahatan dan pembinaan moral dan spiritual, melainkan juga menuntut kembali langkah pembangunan yang telah kita tempuh selama ini.
Pertama, mendesak dilakukan penciptaan kemitraan aparat penegak hukum dan masyarakat untuk saling membantu menangkal kejahatan. Masyarakat perlu diarahkan menjadi partner yang baik dalam memberantas kejahatan. Sebab, masyarakat adalah kekuatan dominan sehingga tak dapat dikesampingkan dalam tujuan itu. Kedua, organisasi sosial dan keagamaan, lembaga pendidikan, dan lembaga sosial lainnya, makin dituntut meningkatkan ketahanan mental dan spiritual masyarakat. Hidup dalam suasana saat ini, serba keras dan penuh pertaruhan, menuntut adanya ketahanan mental dan spiritual. Jika itu tak dipenuhi, akan terjadi kerawanan psikologis dalam diri setiap orang yang ujungnya akan memberi peluang banyak penyimpangan perilaku atau kejahatan. Ketiga, peningkatan dan pemantapan aparat penegak hukum yaitu meliputi pemantapan organisasi, personal, sarana, prasarana untuk dapat mempercepat penyelesaian perkara-perkara pidana serta perundang-undangan berfungsi untuk menganalisis dan menekan kejehatan dengan mempertimbangkan masa depan. Keempat, Mekanisme peradilan yang efektif dan efisien (memenuhi sifat-sifat : cepat, tepat, murah dan sederhana) dan
koordinasi antara aparatur penegak hukum dengan aparatur pemerintah lainya yang saling berhubungan atau saling mengisi untuk meningkatkan daya guna penanggulangan kriminalitas. Kelima, dalam momentum era reformasi ini perlu dilakukan evaluasi strategi pembangunan yang telah kita terapkan. Bagaimanapun, strategi yang memprioritaskan pertumbuhan ekonomi tak bisa mengabaikan aspek pemerataan dan keadilan. Kesenjangan sosial dan ketimpangan pendapatan harus segera mendapat penanganan serius. Yang perlu menjadi prioritas ialah pemberantasan kemiskinan dan mengatasi pengangguran yang makin tinggi. Sebab dua hal ini merupakan faktor dominan yang merangsang terjadinya kejahatan.
koordinasi antara aparatur penegak hukum dengan aparatur pemerintah lainya yang saling berhubungan atau saling mengisi untuk meningkatkan daya guna penanggulangan kriminalitas. Kelima, dalam momentum era reformasi ini perlu dilakukan evaluasi strategi pembangunan yang telah kita terapkan. Bagaimanapun, strategi yang memprioritaskan pertumbuhan ekonomi tak bisa mengabaikan aspek pemerataan dan keadilan. Kesenjangan sosial dan ketimpangan pendapatan harus segera mendapat penanganan serius. Yang perlu menjadi prioritas ialah pemberantasan kemiskinan dan mengatasi pengangguran yang makin tinggi. Sebab dua hal ini merupakan faktor dominan yang merangsang terjadinya kejahatan.
Akhirnya, memang dituntut adanya kesatuan aktivitas dan sistem dalam membangun kehidupan bersama yang harmonis, terlebih saat masyarakat kita makin dihadapkan pada berbagai masalah ekonomi dan sosial yang kompleks. Langkah kebersamaan itu harus segera diambil jika kita tak ingin melihat lebih maraknya kejahatan, yang sering diikuti kekerasan. Karena pembangunan bukanlah untuk menciptakan kesenjangan yang dapat melahirkan kejahatan-kejahatan.
Disamping upaya-upaya tersebut diatas, yang terpenting adalah upaya yang bersifat preventif atau pencegahan, yaitu dengan jalan menyadarkan atau menekankan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan kejahatan.
BAB III
PENUTUP
Hegemoni kekuasaan ekonomi di tangan segelintir orang dalam bentuk monopoli, oligopoli dan dominasi, serta monopoli tafsir kebenaran dan ideologi di bidang sosial-budaya, ditambah praktik kolusi, korupsi dan manipulasi, mengakibatkan makin tersingkirnya rakyat bawah. Invasi industri dan kapitalisasi seluruh parameter kehidupan makin mempertajam terjadinya krisis sumber daya, merebaknya pengangguran dan proses pemiskinan rakyat.
Latar belakang masalah ekonomi ini merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya suatu kejahatan. Kejahatan adalah kejahatan-kejahatan yang menyangkut harta benda, kekayaan, dan perniagaan atau hal-hal yang sejenisnya. Kejahatan-kejahatan ini terjadi karena adanya tekanan ekonomi dimana rakyatnya berada dalam kemiskinan, yang serba kekurangan di bidang pangan, apalagi sandang dan perumahan. Salah satu contoh yaitu pencurian yang terjadi dimana-mana.
Kesenjangan sosial ini pula yang menyebabkan terjadinya kejahatan di mana-mana dan masalah ini pun semakin sulit teratasi karena masalah kesenjangan sosial akan menyebabkan masalah-masalah lain yang lebih besar lagi. Di dalam masyarakat yang berorientasi kelas, kesempatan untuk menjadi yang teratas tidaklah dibagikan secara merata. Sangat sedikit anggota kelas bawah mencapainya. Kesempatan untuk meningkat dalam jenjang sosial tadi memang ada, tetapi tidak tersebar secara merata.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Chainur Arrasjid., Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminil, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1999.
G.W.Bawengan, Masalah Kejahatan dengan Sebab dan Akibat, Pradya Paramitha, Jakarta, 1977.
B. Data Elektronik
http:// www.google.com/Kejahatan/Kemiskinan.htm, 26 Agustus 2011, 16.42.
http:// www.google.com/Kejahatan/kemiskinan-dan-kesenjangan-pendapatan.html, 26 Agustus 2011, 16.45.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan, 28 Agustus 2011, 12.30.
“Dampak Negatif Kemajua Teknologi Terhadap Pola Tingkah Laku Manusia”, www.google.com/Kejahatan/bsuntoyo.html, 02 September 2011, 08.10.
“Pembangunan Moral Yang Terlupakan”, http://www.facebook.com/topic.php?uid=138234612520&topic=10933, 02 September 2011, 07.45.
“Masalah Kesenjangan Sosial Di Dalam Masyarakat”,http://irmaasriani.blogspot.com/2009/12/masalah kesenjangan-sosial-di-dalam.html, 02 September 2011, 08.00.
“Definisi/Pengertian Masalah Sosial dan Jenis/Macam Masalah Sosial Dalam Masyaraka”, http://organisasi.org/definisi-pengertian-masalah-sosial-dan-jenis-macam-masalah-sosial-dalam-masyarakat, 02 september 2011, 08.10.
[2] http:// www.google.com/Kejahatan/kemiskinan-dan-kesenjangan-pendapatan.html, 26 Agustus 2011, 16.45.
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan, 28 Agustus 2011, 12.30.
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan, 28 Agustus 2011, 12.30.
[6] http:// www.google.com/Kejahatan/kemiskinan-dan-kesenjangan-pendapatan.html, 26 Agustus 2011, 16.45.
[7] http:// www.google.com/Kejahatan/kemiskinan-dan-kesenjangan-pendapatan.html, 26 Agustus 2011, 16.45.
[8] Chainur Arrasjid., Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminil, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1999, hal. 35-36.
[9] “Dampak Negatif Kemajua Teknologi Terhadap Pola Tingkah Laku Manusia”, www.google.com/Kejahatan/bsuntoyo.html, 02 September 2011, 08.10
[10] G.W.Bawengan, Masalah Kejahatan dengan Sebab dan Akibat, Pradya Paramitha, Jakarta, 1977, Hal. 110.
[11]“PembangunanMoralYangTerlupakan”,http://www.facebook.com/topic.php?uid=138234612520&topic=10933 , 02 September 2011, 07.45
[12]“PembangunanMoralYangTerlupakan”,http://www.facebook.com/topic.php?uid=138234612520&topic=10933 , 02 September 2011, 07.45
[13]“MasalahKesenjanganSosialDiDalamMasyarakat”,http://irmaasriani.blogspot.com/2009/12/masalah-kesenjangan-sosial-di-dalam.html, 02 September 2011, 08.00.
[14] “Definisi/Pengertian Masalah Sosial dan Jenis/Macam Masalah Sosial Dalam Masyaraka”, http://organisasi.org/definisi-pengertian-masalah-sosial-dan-jenis-macam-masalah-sosial-dalam-masyarakat, 02 september 2011, 08.10.
[15] “Dampak Negatif Kemajuan Teknologi Terhadap Pola Tingkah Laku Manusia”, www.google.com/Kejahatan/bsuntoyo.html, 02 September 2011, 08.10
Copyright by Bambang Tri Sutrisno, SH.,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar