Jumat, 02 Maret 2012

H UBUNGAN ANTARA NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Salah satu prinsip dasar yang mendapatkan penegasan dalam perubahan UUD 1945 adalah prinsip negara hukum, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa ‘Negara Indonesia adalah negara hukum’. Bahkan secara historis negara hukum (Rechtsstaat) adalah negara yang diidealkan oleh para pendiri bangsa sebagaimana dituangkan dalam penjelasan umum UUD 1945 sebelum perubahan tentang sistem pemerintahan negara yang menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).
Prinsip-prinsip negara hukum senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta semakin kompleksnya kehidupan masyarakat di era global, menuntut pengembangan prinsip-prinsip negara hukum.
Demokrasi sebagai dasar hidup berbangsa pada umumnya memberikan pengertian bahwa adanya kesempatan bagi rakyat untuk ikut memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan pemerintah, oleh karena kebijakan tersebut menentukan kehidupannya. Dengan kata lain dalam suatu negara demokrasi terdapat kebebasan-kebebasan masyarakat untuk berpartisipasi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dengan terlibatnya masyarakat dalam penentuan kebijakan publik merupakan pencerminan suatu negara merupakan negara yang menganut hukum dan demokrasi yang berjalan seiring dan saling melengkapi. Negara sebagai organisasi masyarakat yang mempunyai tujuan ideal yang ingin dicapai tidak akan mengkesempingkan perananan masyarakat dalam merumuskan dan mengimplementasikan tujuan bersama tersebut.
Negara yang berhasil menerapkan demokrasi adalah negara yang mampu memelihara keseimbangan antara kebebasan, penegakan hukum, pemerataan pendidikan dan perbaikan ekonomi. Dari empat sokongan itu, keseimbangan antara kebebasan dan penegakan hukum akan memperkuat dua pilar berikutnya. Diperlukan upaya meningkatkan peran dan kualitas demokrasi dari tingkat prosedural ke level substansial.
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan tentang bagaimanakah hubungan antara negara hukum dan demokrasi.
B.    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana hubungan antara negara hukum dan demokrasi?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Negara Hukum
1.    Sejarah Pemikiran Negara Hukum
Dalam mengkaji dan memahami negara hukum, maka perlu diketahui tentang sejarah timbulnya pemikiran hukum. Cita negara hukum untuk pertama kali dikemukakan oleh Plato dan kemudian pemikiran tersebut dipertegas oleh Aristoteles.
Plato dalam bukunya Politeia sangat prihatin melihat keadaan negaranya yang dipimpin oleh orang yang haus akan harta, kekuasaan dan gila hormat. Pemerintah sewenang-wenang yang tidak memperhatikan rakyatnya telah menggugah Plato untuk meewujudkan suatu negara yang ideal sekali sesuai dengan cita-citanya, suatu negara yang bebas dari pemimpin negara yang rakus dan jahat dengan keadilan yang dijunjung tinggi. Agar supaya negara menjadi baik, maka pemimpin negara harus diserahkan kepada filosof, karena filosof adalah manusia yang arif bijaksana, yang menghargai kesusilaan dan berpengetahuan tinggi.  Namun Plato mengubah pendiriannya menganggap adanya hukum untuk mengatur warga negara, sekali lagi hanya untuk warga negara saja, karena hukum yang dibuat manusia tentunya tidak harus berlaku bagi penguasa itu sendiri, karena penguasa disamping memiliki pengetahuan untuk memerintah juga termasuk pengetahuan membuat hukum.  Kemudian dengan memberikan perhatian dan arti yang lebih tinggi pada hukum, Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan pemerintah yang baik ialah yang diatur oleh hukum.
Menurut Aristoteles, suatu negara yang baik ialah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum: “Aturan yang konstitusional dalam negara berkaitan secara erat, juga dengan pertanyaan kembali apakah lebih baik diatur oleh manusia atau hukum terbaik, selama suatu pemerintahan menurut hukum, oleh sebab itu supremasi hukum diterima oleh Aristoteles sebagai tanda negara yang baik dan bukan semata-mata sebagai keperluan yang tak selayaknya”. 
2.    Definisi dan Pengertian Negara Hukum
Istilah negara hukum (rechstaat). Dengan timbulnya gagasan-gagasan pokok yang dirumuskan dalam konstitusi-konstitusi dari abad IX, maka timbul juga istilah negara hukum atau rechtsstaat.  Istilah negara hukum dirumuskan sebagai negara bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum, yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan hukum yang terdapat pada rakyat.
Djokosoetono mengatakan: “negara hukum yang demokratis sesungguhnya istilah ini adalah salah, sebab kalau kita bilangkan democratische rechtsstaat, yang penting dan primair adalah rechtsstaat”. Selanjtnya ia mengatakan “sekarang perkembangan daripada negara hukum yang dalam lapangan politik dan ilmu pengetahuan di Indonesia selalu diabaikan, tidak diketahui bahwa ada beberapa macam negara hukum”. Ini adalah perkembangan daripada bangunan staat tipe rechtsstaat dalam tiga tingkatan: formele rechtsstaat, liberale  rechtsstaat dan materiele rechtsstaat.
Definisi yang paling sederhana dari negara hukum adalah pandangan yang menyatakan bahwa negara hukum berinteraksi langsung dengan penekanan akan pentingnya pemberian jaminan atas hak-hak perorangan dan pembatasan terhadap kekuasaan politik, serta pandangan yang menganggap pengadilan tidak dapat dikaitkan dengan lembaga lain manapun.  Dalam hal ini, lembaga peradilan menjadi sebuah tataran yang independen dalam arti terbebas dari pengaruh kekuasaan lain terutama oleh eksekutif.
Profesor Utrecht membedakan ntara negara hukum formil atau negara hukum klasik dan negara hukum materiil atau negara hukum modern.  Negara hukum formil menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis. Sedangkan yang kedua, yaitu negara hukum materiil yang lebih mutakhir mencakup pula pengertian keadilan di dalamnya. Karena itu, Wolfgang Friedman dalam bukunya ‘Law in a Changing Society’ membedakan antara ‘rule of law’ dalam arti formil yaitu dalam arti ‘organized public power’, dan ‘rule of law’ dalam arti materiel yaitu ‘the rule of just law’. Pembedaan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa dalam konsepsi negara hukum itu, keadilan tidak serta-merta akan terwujud secara substantif, terutama karena pengertian orang mengenai hukum itu sendiri dapat dipengaruhi oleh aliran pengertian hukum formil dan dapat pula dipengaruhi oleh aliran pikiran hukum materiil. Jika hukum dipahami secara kaku dan sempit dalam arti peraturan perundang-undangan semata, niscaya pengertian negara hukum yang dikembangkan juga bersifat sempit dan terbatas serta belum tentu menjamin keadilan substantive. Karena itu, di samping istilah ‘the rule of law’ oleh Friedman juga dikembangikan istilah ‘the rule of just law’ untuk memastikan bahwa dalam pengertian kita tentang ‘the rule of law’ tercakup pengertian keadilan yang lebih esensiel daripada sekedar memfungsikan peraturan perundang-undangan dalam arti sempit. Kalaupun istilah yang digunakan tetap ‘the rule of law’, pengertian yang bersifat luas itulah yang diharapkan dicakup dalam istilah ‘the rule of law’ yang digunakan untuk menyebut konsepsi tentang Negara Hukum di zaman sekarang.
3.    Paham Negara Hukum Indonesia
Untuk menemukan rumusan hukum menurut bangsa Indonesia, kita hrus mencarinya dalam UUD 1945. Pada hakikatnya hukum adalah ketentuan-ketentuan yang dpilih oleh kelompok manusia yang akan memakai hukum tersebut untuk mengatur kehidupannya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.   Konsepsi negara hukum Indonesia berangkat dari prinsip dasar bahwa ciri khas suatu negara hukum adalah negara memberikan perlindungan kepada warganya dengan cara berbeda.  Negara harus bersifat badan penyelenggara, badan pencipta hukum yang timbul dari hati sanubari rakyat seluruhnya.  Unsur negara hukum berakar pada sejarah dan perkembangan suatu bangsa. Setiap bangsa atau negara memiliki sejarah tersendiri yang berbeda. 
Konsep negara hukum Indonesia secara tegas disebutkan dalam Konstitusi 1949, baik dalam Mukadimah Alinea ke-empat maupun didalam Batang Tubuh Pasal 1 ayat (1). Demikian pula dalam UUDS 1950 dalam Mukadimah Alinea ke-empat dan dalam Bab I Bagian I, Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950. Dalam UUD 1945 sebelum perubahan, baik dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh atau Pasal-Pasalnya tidak diketemukan rumusan atau istilah negara hukum. Namun dalam Penjelasannya disebutkan bahwa Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat). Kemudia istilah negara hukum digunakan secara jelas dan tegas dalam UUD 1945 sesudah perubahan dalam Pasal 1 ayat (3). 
Unsur-unsur utama negara hukum Indonesia adalah sebagai berikut:  Pertama,bersumber pada Pancasila. Kedua, sistem konstitusi. Ketiga, kedaulatan rakyat. Keempat, persamaan dalam hukum. Kelima, kekuasaan kehakiman yang bebas dari kekuasaan lain.
Untuk melihat kedalam kategori negara hukum yang mana tergolong negara berdasar atas hukum itu, harus dicari dalam apakah tujuan Negara Republik Indonesia (negara berdasar atas hukum). Dan hal ini ditemukan dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea keempat. Dari petunjuk ini dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan negara Indonesia adalah menciptakan masyarakat adil dan makmur, dengan perkataan lain masyarakat sejahtera, sebab kata adil tidak menunjuk semata-mata pada material, tetapi lebih dekat dengan (mengutamakan) spiritual.  Jadi kalau negara barat baru mengenal negara kesejahteraan sekitar tahun 1960, maka bangsa Indonesia sudah merumuskannya pada tahun 1945 oleh Soepomo Bapak Konstitusi Indonesia. Itulah sebabnya diberi nama negara berdasar atas hukum, karena latar belakang asasnya cita negara Pancasila, sehingga konsepnya juga berbeda dengan berlatar belakang individualisme atau liberalisme.

B.    Konsep Negara Demokrasi
1.    Sejarah Pemikiran Demokrasi
Gagasan mengenai demokrasi lahir dari kebudayaan Yunani Kuno dan gagasan mengenai kebebasan beragama yang dihasilkan oleh aliran reformasi serta perang-perang agama yang menyusulnya.  Gagasan demokrasi Yunani hilang dari muka dunia barat waktu bangsa Romawi, yang sedikit banyak masih kenal kebudayaan Yunani, dikatakan oleh suku bangsa Eropa Barat dan benua Eropa memasuki abad pertengahan (600-1400).  Dari sudut perkembangan demokrasi abad pertengahan menghasilkan suatu dokumen yang penting, yaitu Magna Charta Piagam Besar 1215.
Menurut Hans Kelsen, ide demokrasi berawal dari keinginan manusia untuk menikmati kebebasan (free will). Kebebasan yang mungkin didapat dalam masyarakat dan khusunya di dalam negara, tidak bisa berarti kebebasan dari setiap ikatan, tetapi hanya bisa berupa kebebasan dari satu macam ikatan tertentu. Misalnya, kebebasan politik adalah kebebasan dibawah tatanan sosial adalah penentuan kehendak sendiri dengan jalan turut serta dalam pembentukan tatanan sosial. Kebebasan politik adalah kemerdekaan dan kemerdekaan adalah kemandirian.
Demokrasi menurut Karl Marx adalah demokrasi yang menekankan pemerintahan parlementer, pembagian kekuasaan dan kesetaraan dibawah hukum negara dan bukan negara dengan berdasarkan pada demokrasi borjuis. Meski dalam beberapa hal konsep Karl Marx tentang negara dan demokrasi ini belum menemui titik terang karena tidak adanya penjelasan yang khusus terhadap poin negara dan demokrasi.
2.    Definisi dan Pengertian Negara Demokrasi
Istilah demokrasi yang berasal dari gabungan dua kata, yakni demos dan kratos, menunjukkan bahwa demos/populus/rakyat-lah yang menjadi titik sentral dari demokrasi. Sekalian gagasan, asumsi, konsep, dan teori tentang demokrasi yang telah diuraikan pada bagian terdahulu selalu terdapat satu penekanan yang sama bahwa sesungguhnya yang berkuasa dan titik sentral dalam demokrasi adalah rakyat (demos/ populus). Kekuasaan demos/populus dalam konteks pembicaraan ini adalah terkait erat dengan entitas yang disebut dengan negara.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Kedaulatan (sovereignity) adalah ciri atau atribut hukum dari negara-negara dan sebagai atribut negara sudah lama ada, bahkan ada yang berpendapat bahwa kedaulatan itu mungkin lebih tua dari konsep negara itu sendiri.
Asas kedaulatan rakyat atau paham demokrasi mengandung dua arti:  Pertama, demokrasi yang berkaitan dengan sistem pemerintahan atau bagaimana caranya rakyat diikut sertakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kedua, demokrasi sebagai asas yang dipengaruhi keadaan kultural, historis suatu bangsa sehingga muncul istilah demokrasi konstitusional, demokrasi rakyat dan demokrasi Pancasila. Rakyat adalah titik sentral karena disuatu negara pada hakekatnya adalah pemegang kedaulatan yang menjadi sumber kekuasaan. Demokrasi berarti bahwa kehendak yang dinyatakan dalam tatanan hukum negara identik dengan kehendak dari para subyek tatanan hukum tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
3.    Konsepsi Demokrasi Indonesia
Konsepsi demokrasi Indonesia adalah berdasarkan pada sila keempat Pancasila yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa demokrasi Indonesia adalah menganut tipe demokrasi perwakilan. Menurut Frans Magnis-Suseno, secara konseptual ada dua kelemahan dari tipe demokrasi perwakilan, yaitu: (1) rakyat tidak langsung dapat membuat hukum dan (2) demokrasi perwakilan dapat menjadi totaliter. Bahkan demokrasi perwakilan juga bisa terjebak menjadi oligarkis jika minoritas memutlakkan kehendaknya terhadap mayoritas rakyat.
Kebutuhan untuk menjalinkan nilai dasar Pancasila dengan prinsip dasar demokrasi tersebut adalah dilandaskan pada pemahaman bahwa Pancasila merupakan ideologi terbuka yang memungkinkannya untuk diberikan nilai-nilai baru yang segar agar Pancasila tidak kehilangan nilai aktualitasnya tanpa kehilangan nilai filosofisnya. Apalagi perumusan kedaulatan rakyat dalam UUD Tahun 1945 (Pasal 1 ayat 2) telah terjadi pergeseran dari kedaulatan dilakukan sepenuhnya oleh MPR menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” semakin memperkuat pemikiran untuk memberi makna baru terhadap demokrasi berdasarkan Pancasila tersebut.
Kehadiran demokrasi yang membawa pesan dan cita-cita yang mulia tersebut bukannya tanpa kritik dan cela. Hal ini terjadi manakala demokrasi hanya sebatas terhadap hal-hal yang sifatnya prosedural dan teknis, seperti yang dikonsepsikan oleh Schumpeter. Demokrasi yang demikian ini tekanannya hanya pada terselenggaranya pemilu saja, dengan memobilisasi suara rakyat untuk berpartisipasi di dalamnya dan setelah itu mereka diterlantarkan.  Dalam konteks ini ada 3 (tiga) kritik Geoff Mulgan terhadap paradoks demokrasi yang patut diketengahkan. Pertama, demokrasi cenderung melahirkan oligarki dan teknokrasi. Pertanyaannya: mungkinkah tuntutan rakyat banyak bisa diwakili dan digantikan oleh sekelompok kecil elite yang menilai politik sebagai karier untuk memperoleh keuntungan finansial? Kedua, prinsip-prinsip demokrasi seperti keterbukaan, kebebasan, dan kompetisi juga acap kali dikuasai oleh kekuatan modal. Ketiga, media acapkali mereduksi partisipasi rakyat. Kelihaian media massa yang mengemas opini seakan-akan mewakili opini publik berujung pada semakin kecilnya partisipasi langsung rakyat.
Jean Baechler berpendapat bahwa demokrasi tidak saja mengandung kebajikan-kebajikan, namun juga dapat terbersit adanya kecurangan (korupsi) dalam demokrasi. Tipe-tipe utama kecurangan dalam demokrasi tersebut meliputi kecurangan politis, kecurangan ideologis dan kecurangan moral. Fareed Zakaria juga menengarai dalam demokrasi bisa saja terjadi penyimpangan yang sumbernya berasal dari dua hal, yaitu (1) berasal dari otokrat terpilih dan (2) berasal dari rakyatnya sendiri. Yang terakhir ini, mayoritas rakyat terutama di negara berkembang sering kali meruntuhkan hak-hak asasi manusia serta mengkorupsi toleransi dan keterbukaan yang ada.
Apapun konsep, asumsi dan indikator yang dibangun oleh para ahli, serta bagaimana penerimaan dan penyesuaian demokrasi yang dipraktikkan oleh masing-masing negara, namun setidak-tidaknya ada dua kerangka dasar yang sangat esensial yang niscaya harus hadir di dalam di suatu negara yang yang didasarkan pada demokrasi. Tanpa kehadiran dua kerangka dasar yang esensial tersebut sungguh sangat sulit untuk menyatakan bahwa demokrasi telah hadir di suatu negara, sebab keduanya merupakan prinsip dasar demokrasi yang eksistensinya tidak boleh ditiadakan. Tanpa kehadiran kedua prinsip dasar tersebut, maka demokrasi yang dianut oleh suatu negara menjadi kehilangan makna hakikinya. Kedua prinsip dasar demokrasi tersebut adalah: (1) kedaulatan rakyat dan (2) partisipasi aktif warganegara secara berkelanjutan.
Pada negara yang dibangun atas paham demokrasi mengandung makna bahwa pada tingkat terakhir rakyatlah yang menentukan terhadap masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya. Termasuk dalam hal ini adalah untuk merencanakan, merumuskan, menentukan, dan mengevaluasi kebijakan yang dibuat negara, sebab dengan kebijakan itulah yang akan menentukan jalannya kehidupan masyarakat.  Jadi, negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau, manakala dilihat dari perspektif organisasi, maka ia adalah suatu bentuk pengorganisasian negara yang dilakukan oleh dan/atau atas persetujuan rakyat sendiri, sebab kedaulatan berada ditangan rakyat.

C.    Hubungan Antara Negara Hukum dan Demokrasi
Hukum yang mengatur dan membatasi kekuasaan negara atau pemerintah diartikan sebagai hukum yang dibuat atas dasar-dasar kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Begitu eratnya tali-menali antara paham negara hukum dan kerakyatan, sehingga ada sebutan negara hukum yang demokratis atau democratische rechtsstaat.
Mungkin tampak bahwa cita-cita demokrasi diwujudkan dengan sempurna jika bukan hanya pembuatan undang-undang tetapi juga pelaksanaannya (eksekutif dan judikatif) sepenuhnya demokratis. Namun demikian satu pengkajian lebih dekat menunjukkan bahwa kenyataannya tidak demikian. Karena pelaksanaan menurut definisinya semata adalah pelaksanaan hukum, maka pengorganisasian kekuasaan eksekutif harus menjamin legalitas pelaksanaan. Fungsi eksekutif dan judikatif harus sesuai mungkin dengan hukum yang dibuat oleh organ legislatif. Apabila pembuatan undang-undang adalah demokratis, dan itu berarti pembuatan undang-undang itu mencerminkan kehendak rakyat, maka semakin demokratis pelaksanaannya semakin sesuai dengan postulat legalitas.  Apabila penyelenggaraan ini diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan dari lembaga-lembaga ini, maka pengorganisasian semacam itu akan sepenuhnya demokratis. Dalam kaitannya dengan negara hukum, kedaulatan rakyat merupakan unsur materiil negara hukum, disamping masalah kesejahteraan rakyat.
Prinsip demokrasi dari penentuan kehendak sendiri, dibatasi kepada prosedur pencalonan organ-organ khusus ini. Bentuk pencalonan yang demokratis adalah pemilihan. Organ yang diberi wewenang untuk membuat atau melaksanakan norma-norma hukum dipilih oleh para subyek yang perbuatannya diatur oleh norma-norma hukum ini.  Untuk membuktikan hubungan yang sesungguhnya dari perwakilan, tidaklah cukup bahwa wakil diangkat atau dipilih oleh yang diwakili. Wakil perlu diwajibkan secara hukum untuk melaksanakan kehendak dari orang-orang yang diwakilinya dan pemenuhan kewajiban ini harus dijamin oleh hukum.
Salah satu asas penting negara hukum adalah asas legalitas. Substansi dari asas legalitas tersebut adalah menghendaki agar setiap tindakan badan atau pejabat administrasi berdasarkan undang-undang. Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum. Gagasan demokrasi menuntut agar setiap bentuk undang-undang dan berbagai keputusan mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat dan sebanyak mungkin memperhatikan kepentingan rakyat. Gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat yang tertuang dalam undang-undang.  



BAB III
PENUTUP

Untuk menemukan rumusan hukum menurut bangsa Indonesia, kita hrus mencarinya dalam UUD 1945. Pada hakikatnya hukum adalah ketentuan-ketentuan yang dpilih oleh kelompok manusia yang akan memakai hukum tersebut untuk mengatur kehidupannya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Konsepsi negara hukum Indonesia berangkat dari prinsip dasar bahwa ciri khas suatu negara hukum adalah negara memberikan perlindungan kepada warganya dengan cara berbeda. Negara harus bersifat badan penyelenggara, badan pencipta hukum yang timbul dari hati sanubari rakyat seluruhnya. Unsur negara hukum berakar pada sejarah dan perkembangan suatu bangsa. Setiap bangsa atau negara memiliki sejarah tersendiri yang berbeda.
Berdasarkan prinsip negara hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum, bukan manusia. Hukum dimaknai sebagai kesatuan hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti bahwa dalam sebuah negara hukum menghendaki adanya supremasi konstitusi. Supremasi konstitusi disamping merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah wujud perjanjian sosial tertinggi. Oleh karena itu, aturan-aturan dasar konstitusional harus menjadi dasar dan dilaksanakan melalui peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan negara dan kehidupan masyarakat.
Salah satu asas penting negara hukum adalah asas legalitas. Substansi dari asas legalitas tersebut adalah menghendaki agar setiap tindakan badan atau pejabat administrasi berdasarkan undang-undang. Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum. Gagasan demokrasi menuntut agar setiap bentuk undang-undang dan berbagai keputusan mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat dan sebanyak mungkin memperhatikan kepentingan rakyat. Gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat yang tertuang dalam undang-undang.



DAFTAR PUSTAKA

A.    Buku-Buku
Azhary, Negara Hukum Indonesia-Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur-Unsurnya. Jakarta: UI-Press, 1995.
Dahlan Thaib, Kedaulatan Rakyat Negara Hukum Dan Konstitusi. Yogyakarta: Liberty, 2000.
Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia; Kesinambungan dan Perubahan. Jakarta: LP3ES, 1990.
Deliar Noer, Pengantar  ke Pemikiran Politik. Jakarta: Rajawali, 1983.
Ellydar Chaidir, Negara Hukum Demokrasi dan Konstalasi Ketatanegaraan Indonesia. Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2007.
Fareed Zakaria, The Future of Freedom. 2003. Diterjemahkan oleh Ahmad Lukman, Masa Depan Kebebasan: Penyimpangan Demokrasi di Amerika dan Negara Lain. Jakarta: Ina Publikatama, 2004.
Fred Isywara, Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Dhwiwantara, 1964.
George Sabine, A History of Political Theory. London:  Third Edition, George G. Harrap&Co. Ltd., 1954.
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara. Bandung: Nusamedia dan Nuansa, 2006.
Marwan Effendi, Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya Dari Perspektif Hukum. Jakarta: Gramedia, 2005.
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Cetakan keduapuluh tujuh. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005.
O. Notohamidjojo, Makna Negara Hukum. Jakarta: FH UI, 1975.
Padmo Wahjono, Dalam Guru Pinandita. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 1984.
Pengantar Penerbit, Jalan Sesat Demokrasi Liberal dan Neoliberalisme. Dalam Coen Husain Pontoh,  Malapetaka Demokrasi Pasar.Yogyakarta: Resist Book, 2005.
Plato, Republik. New York: The Modern Library, Tanpa Tahun.
Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Jakarta: Ichtiar, 1962.
B.    Makalah
Jimly Asshiddiqie, “Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi Untuk Mewujudkan Negara Hukum Yang Demokratis”, Bahan Orasi Ilmiah Peringatan Dies Natalis ke XXI dan Wisuda 2007 Universitas Darul Ulum (Unisda), Lamongan, 29 Desember 2007.
C.    Data Elektronik
http://hidayatulhaq.wordpress.com/2008/06/07/12/, Akses 18 Februari 2012.



Copyright by Bambang Tri Sutrisno, SH.,

Tidak ada komentar: